KREATIVITAS DAN INOVASI SISWA MASIH TERHALANG OLEH DOMINASI GURU DAN PEJABAT SEKOLAH
Oleh. Drs. H. Mamat Supriatna, M.Pd
Widyaiswara Madya PPPG IPA Bandung
Pada dekade sekarang terjadi perubahan orientasi pembelajaran dari teacher centred menuju student centred. Perubahan orientasi ini tidak lepas dari adanya pergeseran pandangan teori belajar yang dulunya banyak dianut dari paham behaviorisme menuju paham kognifisme dan selanjutnya konstruktivisme.
Kita sudah cukup lama menganut filosifi di atas yang berorentasi kepada murid (student centredness) yang melahirkan siswa aktif. Tapi akhir-akhir ini orientasi anak Indonesia dalam berkarya nampaknya masih rendah. Masih sangat sedikit inovasi-inovasi dalam teknologi canggih yang muncul ke permukaan. Kita dapat menyaksikan ide-ide untuk acara televisi saja masih banyak kita adopsi dan impor. Rekor-rekor di MURI yang akhir-akhir ini sering didengar masih tidak jauh dari tahu terbesar, panggang ayam terpanjang, nasi goreng terbanyak, atau tempe terbesar. Protret seperti ini dapat dikatakan bahwa anak Indonesia masih rendah kadar kreativitasnya dan inovasinya. Pemicu kreativitas dirasakan sangat kurang dalam dunia pendidikan serta pemupukan kreativitas sepertinya tidak menjadi momen utama dalam dunia pendidikan kita, terutama di pendidikan tingkat dasar dan menengah. Selain dengan dirutinkannya beban materi belajar siswa yang banyak, siswa juga distatiskan oleh dominasi guru di dalam kelas yang banyak, yang tidak memberikan banyak ruang bagi siswa untuk berkreasi dan berinovasi. Tulisan ini didasari dari hasil pengamatan di berbagai daerah dalam rangka evaluasi dampak diklat yang dibuktikan dengan beberapa data observasi kelas hasil analisis STOS.
Dalam observasi tersebut dominasi guru berbicara di kelas secara umum lebih banyak sekitar 65,3%, dibanding murid sekitar 34,7%. Salah satu penyebabnya guru lebih suka menerangkan secara panjang lebar dan kalau dapat giliran berbicara guru mengucapkan kalimat dan konsep lebih panjang dengan maksud supaya konsep-konsep pembelajaran yang disampaikannya lebih dimengerti oleh siswa.
Interaksi di dalam kelas selalu didominasi oleh guru sekitar 74,8% dengan tindakan bertanya, meminta, dan menuntut pendapat siswa. Dari pengamatan, kebanyakan murid mengikuti ide guru dan pendapat guru serta mengiyakan guru dalam mengemukakan konsepnya hampir 90,4%. Sedikit sekali siswa yang menyangkal dan mengemukakan sanggahan kurang dari 2% tehadap pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh guru. Dan sedikit sekali siswa yang melakukan inisiatif dan melakukan permintaan-permintaan terhadap guru di bawah 1,5%. Ini menunjukan bahwa di dalam pembelajaran dominasi guru lebih kuat dibandingkan kegiatan siswa.
Berikut ini disajikan data yang menunjukkan dominasi guru dalam setiap pembelajaran.
PROFIL PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(Periode pengamatan per 3 menit yang dilakukan dalam 1 jp (15 periode)
Kelas : III/SMP
Topik : Pemuaian Zat Cair
Aktivitas Guru | f dan % | Generic Skills | Aktivitas Siswa | f dan % | Generic Skills |
A | | Bertanya atau minta pendapat yang dijawab dengan : | D | | Mencari informasi: |
A1 | 20/30 60% | Mengingat fakta dan prinsip | D1 | 4/25 16% | Memperoleh fakta atau prinsip |
A2 | 9/15 60% | Menerapkan fakta/prinsip | D4 | 6/25 24% | Mencarai bimbingan Prosedur eksperimen |
A6 | 10/15 60% | Menginterpretasi data | E1 | 1/5 20% | Memeperoleh Fakta/Prinsip |
B | | Membuat pernyataan: | E4 | 5/25 20% | Mencari bimbingan prosedur eksperimen |
B1 | 4/5 80% | Fakta dan prinsip | | | |
C | | Mengarahkan siswa ke sumber informasi untuk : | | | |
C1 | 20/25 80% | Memperoleh atau mengecek fakta atau prinsip | | | |
Rata-rata | 68% | | Rata-rata | 20% | |
Catatan:
Guru mengucap salam, mengabsen, dan membagikan alat bahan yang sudah disiapkan untuk percobaan pemuaian zat cair serta membagikan LKS
Guru menjelaskan tujuan percobaan dan sekilas menjelaskan langkah kerja terutama cara memasukkan pipa kecil ke dalam prop karet supaya dilakukan dengan hati-hati dan guru menjukkan cara kerjannya.
Siswa melakukan kegiatan mengenai pemuaian zat cair yaitu: air, minyak tanah, dan minyak goreng dengan langkah kerja sesuai dengan LKS yang dibagikan pada siswa.
Siswa mendiskusikan hasil pengamatannya dengan menampilkan dari satu kelompok hasil percobaannya
Guru memberikan verivikasi mengenai hal-hal yang penting dari percobaan siswa
Penutup
PROFIL PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(Periode pengamatan per 3 menit yang dilakukan dalam 1 jp (15 periode)
Sekolah : SMA
Kelas : XII
Topik : Pelajaran Biologi
Aktivitas Guru | f dan % | Generic Skills | Aktivitas Siswa | f dan % | Generic Skills |
A | 15/20 75% | Bertanya atau minta pendapat yang dijawab dengan : | D | | Mencari informasi: |
A1 | 10/20 50% | Mengingat fakta dan prinsip | D1 | 6/15 40% | Memperoleh fakta atau prinsip |
A5 | 4/7 56% | Merancang prosedur eksperimen | D3 | 1/15 6% | Menarik kesimpulan atau merumuskan/ menguji hipotesis |
A6 | 5/7 72% | Menginterpretasi data | E | | Bertanya kepada atau menghadap guru untuk: |
C | | Mengarahkan siswa ke sumber informasi untuk : | E1 | 3/15 20% | Memperoleh atau mengecek fakta atau prinsip |
C1 | 10/15 75% | Memperoleh atau mengecek fakta atau prinsip | E4 | 4/15 46% | Minta petunjuk mengenai prosedur eksperimen |
Rata-rata | 66% | | | 28% | |
Catatan:
Guru Manjelaskan tujuan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan di rumah dengan menjukkan hasilnya kepada siswa.
Salah satu kelompok siswa menyajikan hasil percoaannya, pengamataannya dan cara kerjanya pertumbuhan kacang hijau yang disimpan ditempat gelap dan ditempat terang, serta yang diberi pupuk dan tidak.
Bertanya jawab dengan kelompok lain mengenai perbedaan pertumbuhan kacang hijau dengan penanaman yang berberbeda, kondisinya berbeda, dan faktor-faktor yang mempengaruhinnya.
Guru memperikan verivikasi mengenai unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman sehingga berdampak pada perbedaan pertumbuhan tanaman hasil pengamatan.
Penutup
Contoh Lain
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru bahasa Indonesia di kelas II SMP
Pokok Bahasan: Menulis Pengalaman yang Paling Menarik
Rekreasi ke Taman Safari
-Mempersiapkan perbekalan
-Berangkat dari rumah pukul 06.00
-Menikmati pemandangan
-Menikmati kesejukan udara puncak
-Sampai ke tempat rekreasi
-Melihat binatang di alam bebas
-Perjalanan pulang
Dominasi Waktu: Penggunaan waktu proses belajar mengajar selama 90 menit
Penjelasan guru : 70 menit
Kegiatan siswa: 20 menit
Hasil Analisis
a. Dominasi waktu guru dalam proses pembelajaran adalah 77,2%. Proses pembelajaran digunakan oleh guru untuk memberikan informasi tentang alur penyusunan kerangka karangan.
b. Pertanyaan-pertanyan yang diajukan guru semuanya pertanyaan tertutup. Hanya dijawab dengan satu kata secara serempak oleh siswa.
c. Pertanyaan yang diajukan oleh guru sebagian besar dijawab lagi sendiri atau diulang lagi oleh guru.
Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran menulis di kelas II di SMP masih berpusat pada guru, siswa cenderung pasif, tidak diutamakan adanya interaksi sosial, baik antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Sebagain besar pembelajaran menulis berlangsung dengan metode ceramah, tanya jawab, dengan jawaban siswa yang dilakukan bersama-sama dalam bentuk “jawaban kelas” kurang menekankan pada kemampuan individual dan tidak berusaha mengkonstruksi pengetahuan siswa. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip konstruktivisme.
Dalam praktek social di sekolah kita terdapat hirarki social yang sangat kuat dan merupakan kekuasaan tertinggi adalah Kepala Sekolah, lalu Wakil Kepala Sekolah, dan guru di dalam kelas. Guru memegan manajemen penuh minimal untuk kelas yang diajarnya, atau bidang studi yang diajarkannya. Selain itu guru memegang penuh otoritas keilmuan yang diajarkannya. Pada dasar atau alas hiaraki tersebut yang palin di bawah adalah siswa yang dianggap memeiliki power yang paling lemah baik secara manajemen atau keilmuan karena dia sebagai objek dari pendidikan.
Melihat kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa guru dalam posisi sebagai penguasa kelas secara manajeman dan keilmuan memiliki power yang lebih tinggi dibanding dengan siswa. Power ini pun diperkuat dengan pengalaman, tingkat pendidikan, dan usia yang jauh ditas usia siswa. Status social inilah sebagai guru, sebagai manajer kelas, pemegang otaritas keilmuan, sebagai orang yang dituakan, dan sebagai orang yang sebaiknya digugu dan ditiru ini memungkinkan besar guru di dalam kelas dan membuat guru di dalam kelas banyak bicara dan banyak mengambil inisiatif dalan interaksi belajar mengejar, sehingga boleh dikatan bahwa hubungan antara guru dengan siswa di kita masih kental diwarnai hiraki kekuasaan yang berlandaskan kekuasaan dalam lingkungan sekolah.
Menurut analisis tadi komunikasi di dalam kelas yang dianalisis cenderung berlangsung secara searah dan guru cenderung berperan sebagai pihak yang mendominasi terutama pada jenjang pendidikaan dasar. Ini terlihat dari inisiasi yang jauh lebih banyak yang diakukaan oleh guru, sedangkan siswa lebih banyak ditempatkan atau menempatkan diri sebagai respon yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dinamika persekolahan kita dalam interaksi guru dan siswa masih minimum.
Minimumnya intrekai guru dengan siswa tampaknya dilandasi oleh idiologi bahwa guru pemegaan manajement dan kekuasaan di dalam kelas, baik secara manajerial, maupun keilmuan . idiologi ketidak setaraan inilah tampaknya masih dipegang kuat , baik oleh siswa ataupun guru itu sendiri. Ini tercermin dari kepasifan siswa dan dominasi guru di dalam kelas yang mungkin bersumber dari kegagalan guru melepaskan dominasinya dan kegambangan siswa untuk mengambil perang yang lebih aktif.
Undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005 dan undang-undang standar pendidikan No. 19 tahun 2005 dan peraturan pemerintah no 22, 23, dan 24 tentang standar isi dan standar kelulusan sudah diluncurkan oleh pemerintah kita. Sayangnya sistem pendidikan itu belum dipahami oleh semua pihak sehingga perubahan dari orientasi pembelajaran dari teacher centred menuju student centred belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dan belum sepenuhnya didukung. Selain dijejali oleh kegiatan rutin, siswa-siswa kita juga tidak diberi kekuasaan untuk berinisiasi, yang pada ujungnya akan menghambat kreativitas. Ini ditandai dengan tingginya dominasi guru di dalam kelas. Guru masih senang bernyaman-nyaman dengan dominasinya dan sebagian guru enggan mendelegasikan sebagian kekuatannya (powernya) kepada siswa.
Mungkin sudah saatnya kita sebagai guru dan pendidik meninggalkan yang berbau hirarkis –feodal yang selalu ingin digugu dan ditiru secara penuh oleh siswa. Sudah saatnya kita mendefinisikan ulang konsep wibawa. Dahulu kita mungkin mensosialisasikan kata tersebut dengan rasa segan dan takut terhadap pihak yang lebih kuat. Dalam hal ini tampak konsep wibawa kental. Kadang-kadang kita dapati guru yang ingin tampak berwibawa dalam pengertian di atas namun malahan digunjingkan, dicibir, bahkan ditertawakan di luar kelas. Sekarang sebaiknya konsep wibawa diartikan dengan konsep kredibilitas yang akan mendorong saling percaya dan mencairkan rasa feodalisme dan pada akhirnya dapat mendorong dan memunculkan daya kretivitas siswa dan inovasi siswa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Sejalan dengan adanya perubahan pandangan tentang belajar maka para guru pun hendaknya menyesesuaikan pemilihan strategi pembelajarannya sesuai dengan pandangan yang sekarang banyak dianut oleh para pakar pendidikan. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang sesuai, guru perlu mengetahui dan menguasai terlebih dahulu tentang model-model atau strategi-strategi pembelajaran.
Penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran sangat penting karena model pembelajaran pada hakikatnya adalah model belajar siswa. Pernyataan ini dikemukakan oleh para ahli yang menyatakan bahwa sesungguhnya hasil belajar jangka panjang yang paling penting dari pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar lebih mudah dan efektif di masa mendatang dan mendorong siswa berkreasi dan berinovasi (Joyce and Weil: 1996:7).
Dari model-model pembelajaran yang dikemukakan pakar pendidikan IPA, dapat dicermati bahwa pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang digunakan mengalami perubahan dari yang mengutamakan pemberian informasi (pemberian konsep-konsep IPA) menuju strategi pembelajaran yang mengutamakan keterampilan-keterampilan berpikir yang digunakan untuk memperoleh dan menggunakan (mengaplikasikan) konsep-konsep IPA.
Dengan adanya pergeseran pemilihan strategi pembelajaran IPA ini, otomatis peran guru di kelas harus berubah dari peran-peran yang bersifat “GENTS” menuju “FEMALES”
GENTS singkatan dari Govern, Enforce, Notify, Tells, Sanction. Govern berarti mengajar itu lebih bersifat memerintah, dipusatkan pada pembentukan tingkah laku stimulus-respon ; Enforce berarti memberi reward (penghargaan), tetapi memaksa karena siswa dipaksa untuk memnerikan respon dari stimulus yang diberikan guru ; Notify yaitu guru mengamati siswa satu per satu dengan maksud memaksakan sesuatu, yaitu pembentukan perilaku yang diharapkan ; Tells yaitu guru banyak bicara, dalam arti berbagai hal yang diketahui dan dikehendaki guru diinformasikan kepada siswa ; Sanction yaitu pemberian sanksi atau hukuman.
Sedangkan FEMALES merupakan singkatan dari Facilitate, Enable, Monitor, Advice, Listen, Empathy, Support. Facilitate yaitu guru sebagai fasilitator, guru tidak selalu merasa serba tahu ; Enable yaitu membuat siswa mampu berbuat sesuatu ; Monitor yaitu guru memonitor proses yang sedang berlangsung ; Advice yaitu peran guru sebagai penasehat memberi saran atau gagasan ; Listen, guru hendaknya banyak mendengar pendapat siswa atau menyadap proses yang berlangsung dalam kelas ; Empathy yaitu sikap guru mampu menghayati hal yang dialami/dirasakan siswanya ; Support yaitu peran guru sebagai pendukung yang dilakukan siswanya.
Berdasarkan karaketristik tadi, maka orientasi pembelajaran berubah dari Teacher Centered menuju Student Centered. Perubahan orientasi pembelajaran ini tidak lepas dari adanya pergeseran pandangan atau acuan pakar pendidikan yang awalnya menganut paham behaviourism menuju paham insightful learning (cognitivism).
Walaupun secara kelimuan terjadi perubahan-perubahan (perkembangan), kenyataan di lapangan masih menunjukkan fenomena yang sebaliknya, yaitu masih banyak guru yang berorientasi pada Teacher Centered, yaitu guru masih menekankan pada perannya sebagai penyampai materi pelajaran (transformator). Untuk membantu guru-guru IPA di lapangan dalam melaksanakan tugasnya menuju pembelajaran IPA yang berorientasi pada Student Centered, maka pakar-pakar pendidikan mengemukakan model-model atau strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa-siswa yang dilandasi oleh teori belajar tertentu.
Teori belajar yang dilandaskan dari Standar Isi yang tertuang dalam Kerangka Dasar Prinsip Pelaksanaan Kurikulum (Puskur, 2006) dengan menegakkan 5 pilar belajar, yaitu: beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (pakem)
Keriteria dan fasilitas pembelajaran pakem menurut Darliana (2006) secara sederhana dapat dilihat dibawah ini
AKTIF
KRITERIA | FASILITAS |
| Disediakan kegiatan untuk siswa berpikir dan berbuat |
Siswa mengetahui apa yang harus dipikirkan dan dilakukannya | Siswa dilatih dalam cara berpikir dan berbuat dalam IPA |
Menarik perhatian siswa | Disediakan sesuatu yang belum diketahui yang harus dicari siswa |
KREATIF
KRITERIA | FASILITAS |
| Disediakan kegiatan untuk siswa berpikir dan berbuat |
Siswa mengetahui apa yang harus dipikirkan dan dilakukannya | Siswa dilatih dalam cara berpikir dan berbuat dalam IPA |
Menarik perhatian siswa | Disediakan sesuatu yang belum diketahui yang harus dicari siswa |
MENYENANGKAN
KRITERIA | FASILITAS |
Siswa mengetahui cara berpikir dan berbuat dalam melaksanakan tugas yang harus dikerjakannya | Dialog (tanya-jawab) yang membuat siswa memahami cara berpikir dan berbuat dalam IPA |
Siswa sendiri/berkelompok melakukan kegiatan belajarnya | Sumber belajar yang dapat digunakan siswa belajar sendiri/berkelompok |
Siswa berpikir dan berbuat mengikuti suatu sistematika yang dapat membantu melaksanakan tugasnya | Sistematika belajar IPA yang dilatihkan guru atau dalam bentuk format atau metoda ailmiah |
Dari criteria dan fasilitas pembelajaran pakem di atas dapat ditarik suatu standar pembelajaran IPA yang berlandaskan criteria pembelajaran pakem yaitu.
- Siswa mempelajari IPA dari suatu sumber belajar
dan guru memfasilitasi siswanya untuk belajar (Guru tidak mengajarkan konsep-konsep IPA) - Siswa dilatih dalam cara berpikir dan berbuat dalam IPA melalui dialog atau rangakaian cerita (tanya-jawab)
- Pembelajaran berupa kegiatan siswa mempelajari atau menyelidiki sesuatu yang belum diketahui siswa atau memecahkan masalah
- Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan pada siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki siswa
- Siswa mempelajari IPA dengan cara yang sistematik melalui dialog dengan guru atau melalui suatu format, atau praktikum, atau mengamati alam dll
- Siswa memiliki kebebasan dan waktu yang cukup untuk berpikir dan berbuat (mengembangkan cara berpikir dan berbuat)
- Guru memperlakukan siswa dengan baik dan
membuat aturan belajar yang membuat siswa saling
menyenangkan - Kegiatan siswa berupa permainan atau bentuk lain
yang disenangi siswa - Siswa belajar bekerja sama (kooperatif atau
kolaborasi)
Untuk membantu siswa bagaimana belajar, peran guru sangat penting. Dimulai dari perencanaan yang matang; bagaimana mengkondisikan siswa belajar yang dikemas dalam model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, guru perlu mengetahui dan menguasai beberapa model pembelajaran dan diolah dalam sistem pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan (pakem) yang diimpikan oleh Dirjen Mutendik.
Daftar Pustaka
Darliana, 2006, Pembelajaran Pakem, PPPG IPA,
Joyce, Bruce ;Weil, Marsha, and Shower, Beverly. 1992. Models of Teaching. Forth Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Joyce, Bruce ;Weil, Marsha. 1996. Models of Teaching. Fifth Edition. Boston : allyn and Bacon.
Rose, Collin & Nicholl, Malcolm, J., 2002, Accelerated Learning for 21st Century, Nuansa, Jakarta.
Sidi, indra Jati, 2006, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Paramadina, Jakarta.
Simpson, Ronald D. dan Anderson , Norman D. Science Students, and School: A Guide for the Midlle and Scondari Schools Teacher: John Wiley and Sons; New York .
Soekartawi, 2006, Teknologi Informasi Untuk Pendidikan, Buletin Pusat Perbukuan Vol. 8 Tahun 2006, Jakarta.
Zamroni, 2000, Paradigma Baru Pendidikan Masa Depan, BIGRAF Publishing, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar